☆¸.•°*”˜˜”*°•.¸☆ ★★ ★ ★Islam  adalah agama sempurna.
 Kesempurnaannya sebagai sebuah sistem  hidup dan  sistem hukum meliputi
 segala perkara yang dihadapi oleh umat  manusia.  Firman Allah Swt:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala 
sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)
Islam
 merupakan agama fitrah. Artinya Islam adalah agama yang sesuai   dengan
 fitrah manusia. Di dalam Islam, kita tentunya mengenal fitrah   kita 
sebagai makhluk hidup, yakni adanya potensi hidup berupa kebutuhan   
hidup/jasmani atau hajataul ‘udhuwiyah dan adanya naluri-naluri yang tak bisa di hilangkan, yakni pertamaadanya naluri untuk mensucikan sesuatu / Gharizah Taddayun, kedua Naluri untuk melestarikan jenis/Gharizah Nau’ dan yang ketiga adalah adanya Naluri untuk mempertahankan diri/Gharizah Baqa’.
Kesemua
 potensi-potensi hidup dia tas tidaklah  bisa  di hilangkan , namun 
hanya bisa dialihkan. Naluri beragama  misalnya,  tidak bisa 
dihilangkan, namun hanya bisa dialihkan, dari yang  dasarnya  adalah 
mengagungkan adanya sang pencipta namun mereka alihkan  dengan  
mengagungkan system ideology komunisme mereka.
Pun juga 
dengan naluri-naluri yang lain. Pada kesempatan kali ini  kita  akan 
membahas tentang naluri untuk melestarikan keturunan atau  yang  biasa 
disebut dengan Gharizah Nau’.
Namun, penulis disini tidak membahas
 bagaimana memanfaatkan potensi itu   secara umum, karena penulis yakin,
 telah banyak artikel dan tulisan   sejenis yang membahas seputar 
tersebut di atas.
Gharizah Nau’
Sebagaimana
 yang telah di jelaskan sedikit di atas, gharizah an nau’   atau naluri 
untuk melestarikan keturunan ini merupakan satu diantara   tiga fitrah 
manusia yang telah dibekali oleh Allah sang pencipta manusia   di dunia 
ini.
Dan Allah sebagai pencipta pun telah menurukan seperangkat 
aturan  bagi  hamba-hambaNya untuk memenuhi gharizah an Nau’ 
tersebutdalam  koridor  syariah. Dan syariah Islam telah mensyariatkan 
hukum Sunnah  bagi umatnya  untuk menikah dalam rangka pemenuhan 
gharizah tersebut.
Terkait dengan hokum syariah Islam berupa 
sunnah ustadz Sarwat Lc   menjelaskan bahwa para ahli fiqih punya 
istilah sunnah yang mereka   definisikan dengan beberapa batasan.
Sebagian
 ahli fiqih mengatakan bahwa sunnah itu adalah sebuah  perbuatan  yang 
bila dikerjakan akan mendatangkan pahala dan bila tidak  dikerjakan  
tidak mendatangkan dosa bagi pelakunya.Lihat kitab Al-Fatawa  
Al-Hindiyah  jilid 1 halaman 67, juga kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 
 70.
Sementara sebagian ahli fiqih lainnya membuat batasan bahwa 
sunnah   adalah perbuatan yang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW,
 namun   tidak sampai menjadi kewajiban karena tidak ada dalil yang 
menunjukkan   atas kewajibannya.Bisa kita baca dalam kitab Ibnu Abidin 
jilid 1 halaman   80 dan 404.
Juga kitab Jawahirul Iklil 
jilid 1 halaman 73.Ulama lain  mendefinisikan  sebagai metode dalam 
beragam yang tidak sampai  difardhukan atau  diwajibkan. Lihat kitab 
Kasyful Asrar oleh Al-Bazdawi  jilid-jilid  halaman 302.
Kembali 
ke persoalan \menikah tadi, banyak sekali ayat-ayat di dalam al   qur’an
 dan hadist yang mengupas seputar persoalan menikah ini. Diantara   
ayat-ayat al qur’an tersebut adalah sebagai berikut :
“Dan 
diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan  untukmu  
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa  
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan  sayang. 
 Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda  
bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
“Dan nikahkanlah 
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan   orang-orang yang layak 
(menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan   hamba-hamba sahayamu 
yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN   MENGKAYAKAN MEREKA 
DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya)   dan Maha 
Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat 49)
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
“Dialah
 yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya   Dia 
menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)
“Wanita-wanita
 yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan   laki-laki yang keji 
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan   wanita-wanita yang 
baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki   yang baik adalah 
untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)
Adapun dari hadist, juga sangat banyak sekali anjuran tersebut, misalnya :
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat) dengan seorang perempuan, karena pihak ketiga adalah syaithan” (Al Hadits)
“Wahai
 para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu   untuk kawin,
 maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih   dapat 
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang   siapa 
yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya   
puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Janganlah
 seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab  syaithan  menemaninya. 
Janganlah salah seorang di antara kita  berkhalwat, kecuali  wanita itu 
disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
“Barangsiapa
 yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah   tidak melakukan 
khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai   mahramnya, karena 
sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)
“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
“Jika
 datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama  dan  
akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak   
menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan 
  yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
“Barang siapa 
yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti   telah ditolong 
oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu,   hendaknya ia bertaqwa
 pada separuh yang lain” (Al Hadits)
“Jadilah istri yang 
terbaik. Sebaik-baiknya istri, apabila dipandang   suaminya 
menyenangkan, bila diperintah ia taat, bila suami tidak ada,   ia jaga 
harta suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al Hadits)
“Wahai
 generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah  hendaklah  ia 
nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih   
terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
“Kawinlah
 dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak.   Sesungguhnya 
aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
“Saling
 menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan   perbanyaklah 
(keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya   jumlahmu di 
tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
“Diantara
 kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup  membujang,  dan 
kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian  orang yang  
memilih hidup membujang” (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah
 orang-orang yang masih   sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan
 memperbaiki akhlak,   meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
“Barangsiapa
 yang menikahkan (putrinya) karena silau akan  kekayaan  lelaki meskipun
 buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan  pernah  pernikahan itu 
dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang  wanita karena  
kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya,  Siapa yang  
menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya  kemiskinan,  
Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah  akan 
menambahkan  kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya  karena 
ingin menjaga  pandangan dan nafsunya atau karena ingin  mempererat 
kasih sayang, Allah  senantiasa memberi barakah dan menambah  
kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
“Janganlah kamu 
menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin  saja  kecantikan itu 
membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena  harta /  tahtanya 
mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui  batas. Akan  tetapi 
nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang  budak wanita  yang 
shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya
   perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, 
dan   kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan
 mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu  mulia  di dunia
 dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang  akan  menjadi 
wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)
“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad)
“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)
 “Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah
 sekilas tentang ayat-ayat Allah serta hadist-hadist yang   menyinggung 
seputar pemenuhan gharizah an Nau’ di dalam Islam yakni   dengan cara 
menikah.
Sesunguhnya, persoalan menikah ini bukan hanya sebatas itu saja. Banyak keutamaan yang bisa kita dapati dengan menikah.
- Berhak mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak : “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
 - Membuka pintu Rezeki
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)
Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Ada tiga hal bila orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).
Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)
“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus). - Pahala orang yang menikah itu lebih banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal.
“Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah) - Berguguran dosa mereka ketika merengkuh tangan pasangannya
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a) - Menggenapkan separuh agama Islam
“Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani) 
Imam Al Ghazali 
mengatakan bahwa hadits diatas memberikan isyarat   akan keutamaan 
menikah dikarenakan dapat melindunginya dari penyimpangan   demi 
membentengi diri dari kerusakan. Dan seakan-akan bahwa yang   membuat 
rusak agama seseorang pada umumnya adalah kemaluan dan perutnya   maka 
salah satunya dicukupkan dengan cara menikah.” (Ihya Ulumuddin)
Abu
 Hatim mengatakan bahwa yang menegakkan agama seseorang umumnya  ada  
pada kemaluan dan perutnya dan salah satunya tercukupkan dengan  cara  
menikah, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah untuk yang  keduanya.” 
 (Faidhul Qodir juz VI hal 134)
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Sikap menahan diri yang paling Allah sukai adalah menjaga kemaluan dan perut.”
Semoga
 bermanfaat, bagi yang telah menikah agar semakin berpacu dengan   waktu
 guna menjadikan keluarganya mejadi keluarga yang sakinah,   mawaddah, 
warrahmah, dan bagi yang belum menikah agar menjadi motivasi   untuk 
menyegerakan hal tersebut.
Wallahu A’lam bis showab.
★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆
★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆ ★ ☆

Tidak ada komentar:
Posting Komentar